Tampilkan postingan dengan label jangan dekati zina. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label jangan dekati zina. Tampilkan semua postingan

Free Seks dengan Pacar

free seks
Sobat STW, di era tahun 2000 - 2002 di jakarta terkenal dengan tawuran pelajarnya. Berapa banyak korban tidak terhitung, dari cacat tubuh hingga meninggal dunia.

Namun di era sekarang lebih parah lagi. Beberapa lembaga melakukan survey mengenai perilaku seks bebas dikalangan pelajar. Hasilnya cukup ngelus dada...mereka melakukan free Seks pertama kali kebanyakan dengan pacar mereka.

Hal ini maklum terjadi karena arus liberal yang membebaskan semua ini. Pornografi, pornoaksi, tontonan mesum, sinetron syahwat dan tempat maksiat yang menjajakan tubuh makin meningkat. Baik melalui media TV, VCD porno, internet, majalah dan koran. Semua menawarkan gaya hidup free seks yang mengkhawatirkan

Karuan aja jika laki2 dari kecil sudah dicekoki tayangan semacam itu, mereka akan meluapkan nafsu birahi pada pacarnya. Dengan dalih "kesetian" dalam cinta...bodohnya juga perempuan dengan akal yang pendek turut dalam bujuk rayu nafsu laki2 semacam itu...

Warning, buat Sobat Stw yang punya Pacar pengen bukti kaya Gitu yaitu free seks, mending LANGSUNG PUTUSIN AJA, yakinlah bahwa pacar anda punya aklak yang buruk!! Perbaiki diri banyak berdo'a, karena akan ada yang lebih baik menanti anda...

Buat yang udah terlanjur free seks, meski anda pakai 'pengaman' agar tidak hamil...jangan bodoh dan jangan anggap remeh...Segera istighfar sebanyak2nya karena hal itu termasuk perbuatan Zina dan dosa besar. Perbaiki diri dan selalu berdo'a untuk kebaikan anda, keluarga dan keturunan anda...

Apapun alasannya free seks tidak akan dibenarkan selamanya. Karena itu adalah perilaku binatang yang tidak pantas dilakukan oleh manusia yang diciptakan dengan kesempurnaan.

Anak Zina...

Di indonesia kalau ada yang "tekdung" kata orang sih begitu dan statusnya belum nikah kebanyakan dinikahkan dalam rangka menutup malu. Bagaimana status NIkahnya satu jwaban = BATAL.

Lalu Bagaimana Status anaknya ?? begini ceritanya....

Ada sebuah kasus yang menimpa salah seorang teman, yaitu istrinya melakukan perzinaan dengan seorang laki-laki. Ketika dia hamil dan melahirkan seorang anak, perempuan tersebut minta cerai, karena ingin menikah dengan pacar gelapnya yang telah berzina dengannya. Dia mengatakan bahwa anaknya yang baru saja lahir adalah anak hasil perzinaan dengan pacarnya, maka anak tersebut harus ia bawa. Bagaimana sebenarnya status anak tersebut ?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dijelaskan di sini bahwa perempuan yang melakukan perbuatan zina dan hamil dibagi menjadi dua :

Pertama : Dia berstatus sebagai istri dari seorang suami yang sah, sebagaimana yang terjadi pada kasus di atas. Jika perempuan tersebut hamil dan melahirkan, maka status anaknya diikutkan kepada suaminya yang sah, dan bukan kepada laki-laki yang berzina dengannya, walaupun anak tersebut wajahnya mirip dengan laki-laki yang berzina. Kenapa ? karena air mani orang yang berzina tersebut tidak dihargai dalam Islam, sehingga tidak diakui nasabnya.

Selain itu, Islam ingin menutupi aib orang muslim jika hal itu memungkinkan, dan sekaligus ingin menghargai anak manusia yang lahir, karena pada hakekatnya bayi dari hasil perzinaan tersebut adalah makhluk yang tidak bersalah, yang bersalah adalah orang yang berzina. Nah, untuk menutupi hal itu, maka bayi tersebut diikutkan kepada pasangan suami istri yang telah terikat dalam perkawinan yang sah. Dalilnya adalah hadist yang menyebutkan kisah anak yang lahir dari budak perempuan milik Zam’ah bin Aswad yang ternyata pernah melakukan hubungan badan dengan Utbah bin Abi Waqash. Utbah mewasiatkan kepada saudaranya Sa’ad bin Abi Waqash untuk mengambil anak tersebut, karena anak tersebut sebenarnya adalah anaknya. Tetapi Abdun bin Zam’ah merasa anak tersebut adalah saudaranya. Terjadilah pertengkaran antara Sa’ad bin Abi Waqash ( saudaranya ‘Utbah ) dengan Abdun bin Zam’ah. Berkata Sa’ad : “ Saudaraku bilang bahwa anak dari budak milik Zam’ah ini adalah anaknya. Berkata ‘Abdun : “ Dia adalah saudaraku, karena dia adalah anak bapakku karena lahir di atas kasur bapakku. Maka nabi Muhammad saw bersabda kepada ‘Abdun : “ Itu adalah saudaramu wahai Abdun, karena anak yang lahir tersebut dinisbatkan kepada laki-laki yang mempunyai istri dari ikatan perkawinan yang sah, sedang yang berzina tidak mendapatkan apa-apa, wahai Saudah ( binti Zam’ah ), kamu harus berhijab ketika bertemu dengannya nanti.( karena wajah anak tersebut mirip dengan Utbah ) “ ( HR Bukhari 2533 )

Kedua : Perempuan yang berzina tadi belum mempunyai suami dan belum berada dalam ikatan perkawinan yang sah. Hal ini biasanya terjadi di kalangan para mahasiswa-mahasiswiI dan para pelajar putra – putri yang hidup di daerah perkotaan. Bagaimana status anak yang dikandungnya ? Apakah boleh diakui sebagai anak keduanya setelah mereka berdua menikah atau anak tersebut tidak boleh dinisbatkan kepada laki- laki yang menghamili ibunya ?

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini :

Pendapat Pertama mengatakan bahwa status anak tersebut tetap sebagai anak zina tidak boleh dinisbatkan sama sekali kepada laki-laki yang menghamili ibunya, antara keduanya tidak boleh saling mewarisi, dan jika anak yang lahir tadi perempuan, maka laki-laki tersebut tidak boleh menjadi wali nikahnya. Tetapi anak tersebut dinisbatkan kepada ibunya yang melahirkan. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Dalilnya adalah hadist Zam’ah di atas bahwa : “ anak itu dinisbatkan kepada suami yang mempunyai istri dari ikatan perkawinan yang sah, sedang yang berzina tidak mendapatkan apa-apa. “

Oleh karenanya, jika laki-laki yang berzina dengan ibunya tadi ingin agar anak hasil perzinaan tersebut diselamatkan dan tidak terlantar begitu saja, maka dibolehkan baginya untuk merawat anak tersebut sebagaimana dia merawat anaknya sendiri. Hanyasaja ketika pembagian warisan, anak tersebut tidak berhak mendapatkan warisan. Tetapi, jika laki-laki tersebut ingin menghibahkan atau mewasiatkan sebagian hartanya kepada anak tersebut sebelum dia meninggal dunia, maka hal tersebut dibolehkan.

Pendapat Kedua mengatakan bahwa anak tersebut boleh dinisbatkan kepada laki-laki yang menghamili ibunya. Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan Ibnu Taimiyah ( Ibnu Taimiyah, Majmu’ Al Fatawa : 32/ 112, 113, 139 ). Pendapat ini juga dinisbatkan kepada Ishaq bin Rahawih, Sulaiman bin Yasar, Ibnu Sirrin, Hasan Bashri, Ibrahim an-Nakh’I dan lain-lainnya.( Al Baji, Al Muntaqa : 6/ 11 , Ibnu Qudamah, Al Mughni : 6/ 266 )

Mereka beralasan bahwa hadist Zam’ah di atas hanya berlaku bagi perempuan yang mempunyai suami dari ikatan perkawinan yang sah, sehingga perempuan tersebut disebut firasy ( tempat tidur ) bagi suaminya. Tetapi lain halnya, jika perempuan tadi tidak mempunyai suami dari ikatan perkawinan yang sah, maka dia tidak disebut firasy. Dengan demikian hadist di atas tidak berlaku pada perempuan semacam ini.

Selain itu, sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa tujuan dinisbatkan anak zina tadi kepada suami yang sah, adalah untuk menutupi aib dan mengangkat derajat anak yang mungkin dilahirkan dari hasil perzinaan tersebut. Nah, ternyata perempuan tersebut pada waktu dia berzina tidak mempunyai suami yang sah, sehingga anak hasil perzinaan tersebut mau dinisbatkan kepada siapa ? kalau kepada ibunya tentunya nasib anak itu akan menggantung di masa mendatang karena tidak mempunyai bapak, dan orang lainpun lambat laun akan mengetahui bahwa anak tersebut adalah anak zina, dengan demikian aib tersebut akan terbongkar dan mencorengnya serta mencoreng ibu yang melahirkannya, padahal barangkali ibu tersebut sudah bertaubat dengan sungguh-sungguh. Jika dikemudian hari ternyata laki-laki dan perempuan yang berzina tersebut telah bertaubat dan menikah, maka pernikahan mereka berdua adalah sah menurut madzhab Hanafi dan Syafi’I, sebagaimana yang telah diterangkan sebelumnya. Kemudian timbul pertanyaan, apakah salahnya anak tersebut dinisbatkan kepada laki-laki yang sekarang sudah menjadi suami ibunya, sedangkan tidak ada satupun dari pihak lain yang mengklaim bahwa anak tersebut adalah anaknya.

Pendapat ini dikuatkan dengan Atsar Umar bin Khattab, bahwa beliau menisbatkan anak-anak yang dilahirkan pada waktu jahiliyah kepada siapa yang mengakuinya ketika mereka sudah masuk Islam ( Atsar Riwayat Imam Malik di dalam al- Muwatho’, no : 1426, Baihaqi, no :21799, Berkata Syekh Al Bani di dalam Irwa’ Ghalil : 6/ 25 : orang-orang yang meriwayatkan atsar ini bisa dipercaya, karena telah mereka telah meriwatkan hadist-hadist di dalam shahih Bukhari dan Muslim, hanya saja sanadnya terputus, karena Sulaiman bin Yasar tidak bertemu dengan Umar, akan tetapi tersambung dari jalan lain )

Kesimpulan dari pembahasan di atas, bahwa anak yang lahir dari perzinaan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang masih berada dalam ikatan perkawinan resmi, maka statusnya dinisbatkan kepada suami yang sah dari perempuan yang berzina tersebut. Sedang jika perempuan yang berzina tersebut tidak sedang dalam ikatan perkawinan sah dengan seorang laki-laki, maka status anak dari hasil perzinaan tersebut masih diperselisihkan para ulama : mayoritas ulama mengatakan bahwa anak tersebut dinisbatkan kepada ibunya, sedang sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa anak tersebut boleh dinisbatkan kepada lelaki yang berzina dengan ibu yang melahirkannya. Wallahu A’lam.

Artikel yang lain :

- Turunnya Al qur'an

By : Ustd. hardi ansyah

arliva widji

Free Seks dan Pergaulan Bebas



Bahaya Free seks dan pergaulan Bebas…Nikmat sesaat,menyesal selamanya

Cinta memang anugerah Sang Maha Pencipta yang harus disyukuri. Karena cinta, kita ada ke dunia ini. Cinta kedua orang tua telah menjadi perantara bagi keberadaan kita. Kita juga dibesarkan tidak lepas dari kasih sayang dan cinta dari kedua orang tua. Dan sekarang, setelah dewasa, kita pun akhirnya merasakan yang namanya “jatuh cinta”.
Sah-sah saja kita jatuh cinta pada lawan jenis. Namun perlu diingat, ada rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar sebelum sertifikat halal kita peroleh. Sertifikat ini bisa didapat melalui gerbang yang dinamakan pernikahan.

Kenapa harus menikah? Yang jelas menikah itu bisa membedakan kita dengan binatang. Lihat saja hewan kalau mau berhubungan badan, mereka langsung saja melakukannya. Tetapi manusia sebagai makhluk yang dimuliakan Allah SWT, untuk melakukan hubungan intim dengan lawan jenis tidak boleh asal begitu saja tanpa ikatan di antara mereka. Ikatan itu terangkai dalam bingkai pernikahan yang sakral.

Sekarang, saya mengajak Anda mengamati gejala maraknya kebiasaan free sex yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar kita, bahkan parahnya sudah mewabah di kalangan pelajar dan mahasiswa. Tidak hanya di kota-kota besar, namun juga di daerah terpencil. Jika kaum intelektual generasi muda kita telah terkontaminasi dengan apa yang disebut “kebobrokan moral”, maka nasib masa depan bangsa bisa porak poranda. Jika kebiasaan mereka melanggar larangan Tuhannya, lalu apa yang bisa diharapkan dari generasi seperti ini? Bagi kita yang prihatin, apa yang dapat dan harus kita lakukan?

Ada segolongan anak muda yang menganggap bahwa seks bebas menunjukkan mereka adalah generasi modern. Sebenarnya hal ini bukanlah sesuatu yang modern, tapi lebih tepat jika disebut sebagai kebiasaan kaum jahiliyah. Kebiasaan ini pernah dilakukan oleh kaum-kaum terdahulu yang dalam sejarah akhirnya ditimpa azab yang pedih ketika mereka masih hidup di dunia akibat murka Allah SWT. Azab mereka tidak ditangguhkan sebagaimana umat manusia saat ini, umat Nabi akhir jaman.

Apa sebenarnya yang terjadi ketika sepasang muda-mudi terjerumus free sex atau seks bebas atau lebih tepat disebut zina? Konon ini adalah kebiasaan tak waras yang diadopsi dari budaya barat tanpa filter akal sehat. Bagaimana bisa kita meniru mentah-mentah kebiasaan tidak bermoral dari manusia-manusia yang tidak mengenal Tuhannya…?

Sepasang muda-mudi yang sedang jatuh cinta tanpa kontrol iman yang kokoh akan mudah sekali terjebak dalam jaring-jaring yang dipasang setan. Mereka akan mencari kesempatan berdua-duaan. Akibat setrum tegangan tinggi yang tidak bisa dikendalikan, maka seperti ada magnet… mereka mula-mula berpegangan tangan, lalu naik ke lutut, terus ke ketiak, eh… kok lama-lama bengkak…, yang perempuan tentunya. Apa gerangan yang terjadi? Ternyata kontak fisik tidak bisa dihindari, dan akhirnya hancurlah kesucian yang seharusnya dijaga dan dipelihara sebelum ijab qobul di hadapan penghulu dilaksanakan.

Mungkin pada awalnya mereka merasa berdosa. Beruntung bila mereka langsung bertobat. Namun bagi yang ketagihan, semacam menghisap candu, mereka melakukannya kapan saja di saat hasrat itu datang. Malang bagi mereka yang pergaulannya jauh dari kontrol orang tua, seperti pelajar/mahasiswa yang hidup di kos-kosan. Karena bila kegilaan ini melanda mereka, hanya iman di dada yang bisa mencegahnya. Maka muncullah prahara sex in the kost yang mewabah di kampus-kampus tempat generasi penerus pemimpin bangsa menuntut ilmu.

Pergaulan bebas seperti ini bisa menghancurkan sendi-sendi moral bangsa karena kebiasaan yang buruk biasanya menular dengan cepat kalau tidak segera ditanggulangi. Jika perilaku seksual manusia sudah tidak bisa dibedakan dengan hewan, apakah pantas jika manusia disebut sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi ini?

Ada seorang teman mahasiswi yang curhat tentang pengalamannya terjerumus pergaulan bebas, seks sebelum nikah. Dari ceritanya, saya tahu ia memiliki rasa penyesalan yang amat dalam. Apalagi setelah laki-laki yang menjadi pasangannya pergi begitu saja. Bukan saja kesuciannya yang hancur, namun juga hati dan masa depan cintanya. Sekali lagi, ini terjadi karena lepasnya iman di dada karena pacaran. Ketika niat berbuat mesum ada dan keadaan memungkinkan, bukankah setan tinggal kipas-kipas merayakan kemenangannya.

Bahaya bagi si wanita, jika ia tidak kuat iman setelah berbuat maksiat tersebut, tentunya hal itu akan berulang entah sampai kapan. Jika ia ditinggal pergi, bisa saja ia menjadi gadis penjaja cinta. Na’udzublillah… Beruntung jika ia kembali ke jalan yang benar. Namun, perasaan berdosa dan merasa diri hina biasanya selalu menghantui di setiap langkahnya. Tangis penyesalan tentunya mendera ketika sadar bahwa apa yang dulu ia perbuat merupakan sebuah kesalahan besar.

Antara cinta dan nafsu; jika nafsu yang dominan dan dengan dalih cinta memuaskan hasratnya, bukankah itu mengerikan? Apa lagi jika dalam pergaulan dengan lawan jenis saling mengumbar nafsu hanya untuk having fun, ini benar-benar berbahaya. Kesenangan sesaat, namun akibatnya tidak hanya penderitaan lahir, tapi juga batin. Tidak hanya bahaya di dunia, tapi juga di akhirat. Selain itu, pergaulan bebas dan zina juga bisa menularkan penyakit mematikan seperti AIDS dan juga penyakit kelamin lainnya.

Saya lupa sumbernya, namun mudah-mudahan bermanfaat.
Artikel terkait :
1. Hamil Diluar Nikah dan Pergaulan bebas
2. Jangan Dekati Zina
3. Antisipasi tumbuhnya GeneraSI tak Sholat

Image and video hosting by TinyPic naturalcrystalx Kelambu nyamuk Image and video hosting by TinyPic

jellygamat

Jangan (dekati) ZINA / FREE seks / ML


JANGAN (DEKATI) ZINA

Sobat muslim STW, tentu tidak asing dengan yang namanya Free seks. Entah itu dibungkus dengan segala macem bungkusan, tetap saja namanya ZINA. Apalagi jika hanya ingin pembuktian cinta dari (yang katanya) pacar sehingga mau diajak untuk ZINA / free seks / ML…huft…hati-hati sob. Untuk itu agar tambah yakin dengan buruknya perbuatan bejat tersebut, ada baiknya kita belajar tentang hukum ZINA / free seks / ML… mmm…apakah ada yang aneh, Oiya ML apaan yah…?? J Kalo tidak salah Making Love…mungkin sobat STW lebih tau… Berikut artikelnya :

Melihat bahwa bahaya yang ditimbulkan oleh praktek zina merupakan bahaya yang tergolong besar, dan praktek tersebut juga bertentangan dengan aturan universal yang diberlakukan untuk menjaga kejelasan nasab keturunan, menjaga kesucian dan kehormatan diri, juga mewaspadai hal-hal yang menimbulkan permusuhan serta perasaan benci di antara manusia disebabkan pengrusakan terhadap kehormatan isteri, putri, saudara perempuan dan ibu mereka. Dan ini jelas akan merusak tatanan kehidupan. Melihat hal itu semua, pantaslah bahaya praktek zina itu -bobotnya- setingkat di bawah praktek pembunuhan. Oleh karena itu, Allah swt menggandeng keduanya di dalam Al-Qur'an dan juga Rasulullah dalam keterangan hadits beliau.

Al-Imam Ahmad berkata: "Aku tidak mengetahui sebuah dosa -setelah dosa membunuh jiwa- yang lebih besar dari dosa zina."

Dan Allah swt menegaskan pengharamannya dalam firmanNya:

"Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan adzab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam adzab itu, dalam keadaan terhina kecuali orang-orang yang bertaubat ..." (Al-Furqan: 68-70).

Dalam ayat tersebut, Allah swt menggandengkan zina dengan syirik dan membunuh jiwa, dan vonis hukumannya adalah kekal dalam adzab berat yang berlipat ganda, selama pelakunya tidak menetralisir hal tersebut dengan cara bertaubat, beriman dan beramal shalih. Allah swt berfirman:

"Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji (fahisyah) dan suatu jalan yang buruk." (Al-Isra': 32).

Di sini Allah swt menjelaskan tentang kejinya praktek zina dan kata "fahisyah" maknanya adalah perbuatan keji atau kotor yang sudah mencapai tingkat yang tinggi dan dapat diakui kekejiannya oleh setiap orang berakal bahkan oleh sebagian banyak binatang, sebagaimana disebutkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya dari Amr bin Maimun Al-Audi, dia berkata: "Aku pernah melihat -pada masa jahiliyah- seekor kera jantan yang berzina dengan seekor kera betina. Lalu datanglah kawanan kera mengerumuni mereka berdua dan melempari keduanya sampai mati."()

Kemudian Allah swt juga memberitahukan bahwa praktek zina adalah seburuk-buruk jalan; karena merupakan jalan kebinasaan, kehancuran dan kehinaan di dunia, siksaan dan azab di akhirat nanti.

Dan karena menikahi mantan isteri-isteri ayah itu termasuk perbuatan yang sangat jelek sekali, Allah swt secara khusus memberikan "cela" tambahan bagi praktek menikahi isteri orang tua. Allah berfirman (setelah secara tegas melarang kaum muslimin untuk menikahi isteri-isteri ayah mereka, pent):

"Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)." (An-Nisa': 22).

Allah swt juga menggantungkan keberuntungan seorang hamba pada kemampuannya dalam menjaga "kehormatan"nya. Tak ada jalan menuju keberuntungan tanpa menjaga "kehormatan". Allah swt berfirman:

"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang me- nunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas." (Al-Mukminun: 1-7).

Dalam ayat-ayat ini ada tiga hal yang diungkapkan, yaitu:

pertama, bahwa orang yang tidak menjaga kemaluannya, tidak akan termasuk orang yang beruntung, kedua , dia akan termasuk orang yang tercela, dan

ketiga, dia termasuk orang yang melampaui batas. Jadi, dia tidak akan mendapat keberuntungan, serta berhak mendapat predikat "melampaui batas' dan jatuh pada tindakan yang membuatnya tercela, padahal beratnya beban dalam menahan syahwat itu, lebih ringan ketimbang menanggung sebagian akibat yang disebutkan tadi.

Selain itu pula, Allah swt telah menyindir manusia yang selalu berkeluh kesah, tidak sabar dan tidak mampu me- ngendalikan diri saat mendapatkan kebahagiaan, demikian pula kesusahan. Bila mendapat kebahagiaan, dia menjadi kikir, tak mau memberi, dan bila mendapat kesusahan, dia banyak mengeluh.

Begitulah sifat umum manusia, kecuali orang-orang yang memang dikecualikan dari hambaNya, yang diantaranya adalah mereka yang disebut di dalam firmanNya :

"Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas." (Al-Ma'arij: 29-31).

Oleh karenanya, Allah swt memerintahkan Rasulullah r untuk memerintahkan orang-orang mukmin agar menjaga pandangan dan kemaluan mereka, juga diberitahukan kepada mereka bahwa Allah swt selalu menyaksikan amal perbuatan mereka.

"Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati." (Ghafir: 19).

Dan karena ujung pangkal dari perbuatan zina yang keji ini dari pandangan mata, maka Allah swt lebih mendahulukan perintah untuk memalingkan pandangan mata sebelum perintah untuk menjaga kemaluan, karena banyak musibah besar yang asal muasalnya adalah dari pandangan; seperti kobaran api yang besar asalnya adalah percikan api yang kecil. Mulanya hanya pandangan, kemudian khayalan, kemudian langkah nyata, kemudian terjadilah musibah yang merupakan kesalahan besar(zina).

Oleh karenanya, ada yang mengatakan, bahwa barangsiapa yang bisa menjaga empat hal maka berarti dia telah menyelamatkan agamanya: Al-Lahazhat (pandangan pertama), Al-Khatharat (pikiran yang melintas di benak), Al-Lafazhat (lidah dan ucapan), Al-Khathawat (langkah nyata untuk sebuah perbuatan).

Dan seyogyanya, seorang hamba Allah itu bersedia untuk menjadi penjaga dirinya dari empat hal di atas dengan ketat, sebab dari situlah musuh akan datang menyerangnya, merasuk ke dalam dirinya dan merusak segala…(bersambung) Mudah-mudahan bermanfaat…



Ditulis kembali oleh http://naturalcrystalx-wanitacantik.blogspot.com/
Artikel Lain :
1. Jual beli yang unik
2. Ucapan Salam yang benar
3. Kata-kata

Berbagai masalah anda silahkan klik gambar :

naturalcrystalx Image and video hosting by TinyPic Kelambu nyamuk Image and video hosting by TinyPic

jellygamatImage and video hosting by TinyPic