Menggugurkan Janin sebelum peniupan Roh
Yang dimaksud dengan menggugurkan kandungan dalam pembahasan ini adalah: menggugurkan secara paksa janin yang belum sempurna penciptaannya atas permintaan atau kerelaan ibu yang mengandungnya. Adapun dasar dari pembahasan ini adalah hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua, terbentuklah segumpal darah beku. Ketika genap empat puluh hari ketiga , berubahlah menjadi segumpal daging. Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh, serta memerintahkan untuk menulis empat perkara, yaitu penentuan rizki, waktu kematian, amal, serta nasibnya, baik yang celaka, maupun yang bahagia. “ (Bukhari dan Muslim)
Untuk memudahkan pemahaman, sebaiknya kita bagi pembahasan ini dalam beberapa bagian sebagai berikut:
1. Menggugurkan janin sebelum peniupan roh
Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi menjadi tiga pendapat:
Pendapat Pertama:
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya boleh. Bahkan sebagian dari ulama membolehkan menggugurkan janin tersebut dengan obat. ( Hasyiat Al Qalyubi : 3/159 ) Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi, Syafi’I, dan Hambali. Tetapi kebolehan ini disyaratkan adanya izin dari kedua orang tuanya (Syareh Fathul Qadir : 2/495. Adapun dalilnya adalah hadist Ibnu Mas’ud di atas yang menunjukkan bahwa sebelum empat bulan, roh belum ditiup ke janin dan penciptaan belum sempurna, serta dianggap benda mati, sehingga boleh digugurkan).
Pendapat kedua:
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya makruh. Dan jika sampai pada waktu peniupan ruh, maka hukumnya menjadi haram. Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh tidak diketahui secara pasti, maka tidak boleh menggugurkan janin jika telah mendekati waktu peniupan ruh , demi untuk kehati-hatian. Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dan Imam Romli, salah seorang ulama dari madzhab Syafi’i (Hasyiyah Ibnu Abidin : 6/591, Nihayatul Muhtaj : 7/416).
Pendapat ketiga:
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya haram. Dalilnya bahwa sperma sudah tertanam dalam rahim dan telah bercampur dengan ovum wanita sehingga siap menerima kehidupan, maka merusak wujud ini adalah tindakan kejahatan. Pendapat ini dianut oleh Ahmad Dardir, Imam Ghozali, dan Ibnu Jauzi (Syareh Kabir : 2/ 267, Ihya Ulumuddin : 2/53, Inshof : 1/386).
Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan) , telah dianggap benda mati, maka tidak perlu dimandikan, dikafani, ataupun disholati. Sehingga bisa dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak dikatagorikan pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu yang bermanfaat.
2. Menggugurkan janin setelah peniupan roh
Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya haram. Peniupan roh terjadi ketika janin sudah berumur empat bulan dalam perut ibu. Ketentuan ini berdasarkan hadist Ibnu Mas’ud di atas. Janin yang sudah ditiupkan roh dalam dirinya, secara otomatis pada saat itu, dia telah menjadi seorang manusia, sehingga haram untuk dibunuh. Hukum ini berlaku jika pengguguran tersebut dilakukan tanpa ada sebab yang darurat.
Namun jika di sana ada sebab-sebab darurat, seperti jika sang janin nantinya akan membahayakan ibunya jika lahir nanti, maka dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat:
Pendapat pertama:
Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya tetap haram, walaupun diperkirakan bahwa janin tersebut akan membahayakan keselamatan ibu yang mengandungnya. Pendapat ini dianut oleh mayoritas ulama. Dalilnya adalah firman Allah swt:
وَلاَ تَقْتُلُواْ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللّهُ إِلاَّ بِالحَقِّ
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar.“ ( Q.S. Al Israa’: 33 )
Kelompok ini juga mengatakan bahwa kematian ibu masih diragukan, maka tidak boleh membunuh janin yang sudah ditiup rohnya, hanya karena sesuatu yang meragukan (Hasyiyah Ibnu Abidin : 1/602). Selain itu, mereka memberikan permisalan bahwa jika sebuah perahu akan tenggelam, sedangkan keselamatan semua perahu tersebut bisa terjadi jika sebagian penumpangnya dilempar ke laut, maka hal itu juga tidak dibolehkan.
Pendapat Kedua:
Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan roh kepadanya, jika hal itu merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan ibu dari kematian. Karena menjaga kehidupan ibu lebih diutamakan daripada menjaga kehidupan janin, karena kehidupan ibu lebih dahulu dan ada secara yakin, sedangkan kehidupan janin belum yakin dan keberadaannya terakhir. (Mausu’ah Fiqhiyah : 2/57) Prediksi tentang keselamatan Ibu dan janin bisa dikembalikan kepada ilmu kedokteran, walaupun hal itu tidak mutlak benarnya. Wallahu A’lam.
Kesimpulan kami :
1. Menggugurkan janin sebelum peniupan roh ataupun sesudahnya, tetap suatu perbuatan HARAM. Perbuatan tersebut merupakan bentuk kedzoliman yang sangat nyata baik terhadap janin ataupun tubuh seseorang (ibunya). Karena tanpa disadari bahwa pengguguran tersebut sama saja dengan melukai bagian tubuh, sehingga janin terpisah keluar dari dalam rahim tempat menempelnya si janin. Padahal aniaya terhadap diri sendiri merupakan suatu perbuatan dosa. Bagaimana mungkin hal semacam ini bukan perbuatan haram…?!!
2. Sangat berbanding terbalik dengan pasutri yang telah bertahun-tahun menantikan kelahiran si buah hati. Setiap pasutri tentu sangat menginginkan kehadiran seorang anak. Anak adalah karunia atau nikmat yang harus dijaga dan dilaksanakan. Karunia atau nikmat yang berupa anak ini diawali dengan munculnya janin dalam rahim seorang ibu. Ketika nikmat telah di anugerahkan dalam bentuk janin, kemudian dengan tiba-tiba dibuang/digugurkan maka tidak diragukan perbuatan semacam ini adalah termasuk mengingkari/mengkufuri nikmat yang akan mendapat siksa yang setimpal.
3. Tidak ridho dengan qodho dan qodar Allah swt. Seorang anak yang lahir merupakan salah satu dari jutaan sperma yang terpilih untuk hidup. Dengan ridho Allah swt jua, sebuah janin dalam rahim ibu terbentuk dan hidup. Janin bukanlah sebuah batu atau benda mati, namun merupakan makhluk hidup yang mengalami proses perubahan bentuk sedemikian rupa. Apakah dengan ketentuan ini kemudian kita seenaknya untuk merubah, merusak, atau membuang begitu saja…!!? Na’udzubillahi min dzalik…
Artikel Lain :
1. Hamil Diluar Nikah dan Pergaulan bebas
2. Jangan Dekati Zina
3. Antisipasi tumbuhnya GeneraSI tak Sholat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan. Terima kasih.